Sebenarnya
liburanku ke Lombok ini sudah beberapa tahun yang lalu. Bulan Mei 2014. Hihi 2 tahun
yang lalu. Beginilah klo ga sempet + males nulis. Jadi harus ekstra banget
untuk nginget2 detail2nya. Tapi kenangan selama di sana begitu kuat, membuatku
pengin kembali dan segera kembali ke sana. 5 hari di sana, tepatnya tgl 25-29
Mei 2014, ternyata bukanlah waktu yg cukup untuk berpetualang di sana.
Sepertinya 1 bulan itu baru pas. Tak heran jika ketika kujumpai turis asing di
sana ketika ditanya, katanya baru 3 minggu di sana, baru 1 bulan di sana. Wouwwww.......
habis berapa yak....
Tadinya
sempet bingung, gimana nanti di Lombok, sama sekali ga tau apa2 tentang Lombok.
Kami ber-4 yg cewek semua dan ga pake jasa tour agent, bisa2 nyasar ntar. Hingga akhirnya dari
browsing2 taulah info tentang Pak Azis yang bisa membantu kami selama di sana
kami dapatkan dari @aMrazing, yang dari reviewnya semakin membuat kami tdk
sabar untuk segera ke sana.
Aku
tertarik untuk menghubungi Pak Azis karena aku sangat ingin mengunjungi Pantai
Tangsi (Pantai Pink) yang ada di Lombok Timur. Dari browsing2 aku tahu klo
akses ke sana terbilang sulit karena
akses jalannya yang masih jelek hingga masih sangat jarang tour agent yang
menawarkan jasa ke sana. Dan Pak Azis inilah yang bisa membawa @amrazing ke
sana. Akhirnya kuhubungi Pak Azis, dan deal, kami akan menggunakan jasa Pak Azis selama di
Lombok. Ga tau ya kondisi sekarang bagaimana, barangkali jalur darat sudah
lebih baik.
Perjalanan
dimulai Sabtu 24 Mei 2014. Pk. 13.30 aku sudah di bandara Husein Bandung menunggu
keberangkatan pesawat pk. 15.30. Ternyata pesawat delay 1 ½ jam saudara2.
Kondisi boarding room yang penuh benar2 membuat kami tidak nyaman. Jadwal
perjalanan yang menumpuk ditambah suara petugas dari soundsystem yang tidak
jelas benar2 membuat kami khawatir takut tidak mendengar pengumuman
keberangkatan pesawat kami.
Suasana
kaku selama menunggu di bandara pecah saat tiba2 ada seorang ibu yang teriak2
campur menangis dan marah2 nyelonong masuk ke boarding room. Rupanya ibu yang
sedang hamil ini telat check in, jadi sebenarnya sudah tidak diperbolehkan
boarding. Saat itu sudah ada panggilan bagi pesawat yang akan menuju ke
Palembang. Benar2 jadi ribut. Beberapa Petugas bandara dan keamanan berusaha
menenangkan si ibu dan menahan si ibu supaya tidak mencoba masuk ke area landasan.
Si ibu tetap bersikukuh sambil teriak2 menangis. Kasihan sebenarnya. Sepertinya
si ibu tidak tahu prosedur di bandara. Katanya sudah menunggu dari siang tapi
dia tidak tahu kalau harus check in segala. Kata ibu2 yang duduk di depanku,
akhirnya ibu itu diperbolehkan naik pesawat dengan diantar petugas menggunakan
bus ke pesawat. Yah.... mudah2an benar begitu ya karena aku tidak melihat
sendiri. Aku cuma lihat terakhir pas si ibu dipaksa keluar dari boarding room
oleh petugas.
Suasana
di boarding room setelah itu menjadi cair. Sesama calon penumpang yang tadinya duduk menunggu sambil diam tiba2
jadi akrab dengan calon penumpang lain yang duduk di sebelahnya. Termasuk aku.
Mengobrol dengan topik yang sama, ‘Ibu yang telat check in itu.’
Pukul
17.30 akhirnya pesawatku berangkat juga, pukul 18.20 WITA tiba di Bandara
Ngurah Rai transit dulu 1 ½ jam. Ternyata pengalaman yang sama terulang lagi.
Pesawat kembali delay dengan waktu yang tidak ditentukan sampai kapan.
Huehuehue... harusnya pk.20.30 pesawatku sudah tiba di BIL (Bandara
Internasional Lombok). Kasihan Selly dan Ana yang sudah nangkring di sana dari
pk. 19.05 WITA. Kita dapat snack kompensasi delay dari maskapai . Karena
snack-nya tampak tidak menarik, tidak kita makan. Air mineral cup-nya aja yang
kuambil. Kulihat penumpang2 yang lain juga tampak tidak antusias dengan
snack-nya.
Sambil
menunggu, kita ngobrol dengan 2 orang bapak sesama penumpang yang memang sudah
sering ke Lombok karena ada bisnis di Lombok dan yang satunya karena memang
orang Lombok. Aku banyak nanya tentang Lombok dari Bapak2 ini. Lumayan bisa
sharing pengalaman. Dan satu info dari Bapak ini yang bilang klo nasi di Lombok
itu keras tidak seperti di Jawa, maksudnya masaknya kering tidak banyak air,
saat kubuktikan ternyata aku tidak mengalami masalah dengan nasi. Sama aja dengan
di Jawa menurutku dan buatku fine2 saja. Hehehe.....
Pukul
22.45 WITA akhirnya kita sampai juga di BIL – Praya. Menjawab kekhawatiran
Selly n Ana yang sudah sangat kelaparan dan mati gaya di bandara. Yang takut
kalau akhirnya aku menginap di Bali, bagaimana dengan nasib mereka karena
menurut info dari petugas, BIL tutup pk.23.00 sesudah penerbangan terakhir.
Tapi lumayan juga di sana mereka bisa menyaksikan pemandangan di depan bandara
yang rame kayak di alun2. Banyak penduduk lokal yang sedang piknik di depan
bandara seperti yang aku sering baca dari review2 di blog. Ada yang duduk
menggelar tikar sambil membawa rantangan, ada yang sengaja datang untuk melihat
penumpang yang baru datang . Ya maklum, BIL merupakan satu2nya bangunan yang
luas dan paling terang benderang di situ. Hehehe.....
Lapeeer.
Bener2 laper. Hari sudah malam dan benar2 sepi. Kanan-kiri jalan gelap gulita
dan tidak ada penerangan di sepanjang jalan. Rumah2 penduduk pun jarang. Tapi
jalannya sudah bagus. Tak ada kulihat rumah makan yang buka di pinggir jalan. Ya,
BIL memang terletak di daerah, jauh dari keramaian. Kita akan menuju ke Pantai
kuta, kita menginap di sana. Kebetulan hotel menyediakan fasilitas jemputan ke
bandara dengan membayar Rp.100.000,-. Lumayan kan.
Karena
lapar yang sangat, aku meminta mas penjemput kita yang aku lupa namanya, untuk
mampir ke Indomaret untuk membeli Popmie. Hahaha... kayak anak kost saja. Kita
juga membeli beberapa botol air mineral, takut klo nanti susah nemuin
minimarket. Ternyata di sana tidak ada air mineral botol kecil, jadi we kita
terpaksa membeli air mineral kemasan 1 L. Berat boooo bawanya....
PANTAI
KUTA BARAT
Kita
menginap di Putri Lombok Hotel di Kuta . Malam2 kita minta air panas untuk
bikin popmie. Dan kita dikasih 1 thermos air panas yang pas untuk kita
berempat. Jadi we malam2 makan bersama lesehan di kamarku, makan popmie. Popmie
yang paling enak sedunia menurutku. Maklum... laper berat.... :D
Menikmati Pop Mie paling enak sedunia ;p |
Pantai
di area Kuta Barat tidak recommended untuk wisata. Pantainya kotor. Tapi
lumayan di situ bisa lihat pemukiman nelayan. Kita bisa lihat aktivitas warga
yang sedang membakar ikan, mengasap ikan. Di area situ juga ada pasar dadakan
tiap pagi. Jadi kita bisa melihat aktivitas warga di situ. Rata2 warga di sana
tidak bisa Bahasa Indonesia. Mereka sama sekali ga ngerti saat aku ajak
bercakap-cakap.
Setelah
breakfast dengan menu egg scrumble atau orak-arik telur dan teh manis yang
tidak membuatku kenyang :D, kita segera bersiap-siap karena kru-nya Pak Azis
akan menjemput kita untuk petualangan kita di hari 1 di Lombok. Yieeeey......
Pasar dadakan |
PANTAI
TANJUNG AAN
Beruntung
Lalu Dodin (Lalu merupakan sebutan kebangsawanan untuk pria di Lombok. Mas
Dodin ini merupakan turunan bangsawan, jadi kadang kami memanggilnya ‘Lalu’) meluluskan
permohonan kita. Kita melewati Pantai Kuta Timur menuju ke Pantai Tanjung Aan.
Pantai yang benar2 membuat kami takjub. Saking birunya, saking cantiknya.
Terlebih saat kita naik ke bukit dan melihat sekeliling dari atas bukit.
Cantiknya...... Rasanya tidak pengin beranjak tapi mas Dodin berkali-kali
mengingatkan klo kita di sana cuma sebentar aja. Waktu keburu siang. Hehe....
Meninggalkan
Pantai Tanjung Aan, kita kembali melewati Pantai Kuta Timur. Aku meminta pada
mas Dodin untuk berhenti sejenak berfoto di sana. Pantai Kuta Timur ini
pasirnya berwarna putih, berbentuk seperti merica. Rada sakit jika butiran
pasir menyelip diantara jari kaki kita karena butirannya yang kasar.
PANTAI
KUTA TIMUR
Kawasan
pantai Kuta Timur dengan pemandangan indah sudah dimonopoli oleh hotel Novotel
yang ada di sana. Jika ingin menyaksikan sunrise yang keren, menginaplah di
hotel Novotel.
Oh
ya di kawasan Pantai Tanjung Aan dan Pantai Kuta Timur ini, mas Dodin
berkali-kali mengingatkan kita supaya bersikap cuek pada pedagang2 yng berlalu
lalang di sana. Klo sampai kita coba menawar atau membeli pada salah satu
penjual, nanti penjual2 yang lain akan berdatangan memaksa kita untuk membeli
dagangannya juga. Dan biarpun kita cuekin, mereka ini tetap tak pantang
menyerah membuntuti kita membujuk supaya membeli dagangannya.
Sebelumnya
temanku pernah menginap di kawasan Pantai Kuta. Sesampainya di Bandung, tangannya
bengkak2 ga bisa digerakin. Katanya akibat gigitan nyamuk besar2 yang banyak
terdapat di area pantai. Aku sudah prepare dengan lotion anti nyamuk, tapi sama
sekali ga kupakai karena sama sekali tak kujumpai nyamuk di sana. Mungkin
nyamuknya musiman ya.
DESA
SASAK SADE
Dari
Pantai Kuta kita melanjutkan perjalanan ke Desa Sasak Sade. Kawasan Desa yang
masih mempertahankan tradisi Suku Sasak berikut rumahnya, rumah terbuat dari bambu
dan beratap ilalang. Saat masuk tempat ini, di pintu masuk kita diminta untuk
mengisi buku tamu dan mengisi seikhlasnya kotak sumbangan di sana. Sumbangan
ini nantinya dipakai untuk kas desa. Di pintu masuk juga nanti sudah diatur
siapa guide yang akan mengantar kita keliling desa. Waktu itu aku tidak keburu
mengisi buku tamu karena sedang antre, sedangkan guideku sudah buru2 mengajak
masuk. Ya sudah....
Guide
menceritakan banyak hal tentang tradisi di sana. Tentang proses pembuatan
rumah, perawatan rumah dan tradisi yang turun temurun di sana yaitu saat mau
menikah, anak gadisnya akan diculik dari rumah. Juga setelah menikah, mereka
wajib menempati rumah khusus. Mungkin bisa disebut rumah bulan madu ya. Rumah2
di sana jumlahnya dari dulu dipertahankan segitu, tidak ditambah atau
dikurangi. Jadi jika sebuah keluarga anaknya banyak, salah seorang anak saja
yang akan mewarisi rumah, dan anak yang lain jika sudah menikah harus keluar
dari kampung itu.
Tentang
perawatan lantai dengan kotoran kerbau, guide juga menceritakan. Hal ini pasti
sudah banyak diceritakan oleh para traveller jadi kurasa aku tidak perlu
mengulasnya terlalu jauh. Waktu itu aku juga bukan pendengar yang baik, aku
lebih tertarik untuk memotret. Ya, semua yang diceritakannya sebagian besar sudah
pernah kubaca dari blog2 yang kukunjungi. Hihi... maaf....
Soal
berbelanja di desa Sade, aku rada takut juga klo ternyata harganya mahal.
Secara menurut info yang beredar di kalangan traveller begitu. Dan benar saja,
harga tenunannya ratusan ribu. Selendang rajut yang aku pengin dihargai 150 ribu,
yang bisa kutawar jadi 80 ribu. Aku beli 1 dan temanku juga jadi ikut beli.
Saat melewati tempat yang lain, ada ibu2 yang menawarkan harga lebih murah, aku
beli 2 selendang seharga 100rb. Hahaha yang sebelumnya beli kemahalan. Ga tau
harga segitu kemahalan ga, yang jelas selendangnya lembut banget dan aku sangat
suka.
Di sana anak2 kecil sudah fasih berbahasa Inggris. Mereka menawarkan dagangannya menggunakan bahasa Inggris. Dagangannya pernak-pernik berupa gelang, kalung, gantungan kunci, cincin. Dijual dengan harga bervariasi. Ada yang dijual 5 ribuan. Anak2 kecil ini berjualan sambil menganyam dan merangkai gelang2. Mereka ternyata belajar bahasa Inggris secara otodidak, tidak ada yang mengajari mereka. Mungkin karena saking banyaknya turis2 asing yang datang ke sana ya.
Di sana anak2 kecil sudah fasih berbahasa Inggris. Mereka menawarkan dagangannya menggunakan bahasa Inggris. Dagangannya pernak-pernik berupa gelang, kalung, gantungan kunci, cincin. Dijual dengan harga bervariasi. Ada yang dijual 5 ribuan. Anak2 kecil ini berjualan sambil menganyam dan merangkai gelang2. Mereka ternyata belajar bahasa Inggris secara otodidak, tidak ada yang mengajari mereka. Mungkin karena saking banyaknya turis2 asing yang datang ke sana ya.
PANTAI
PINK TANGSI
Dari
Desa Sade kita segera menuju ke Pantai Tangsi. Ternyata jauh juga tempatnya.
Ada dua cara menuju Pantai Tangsi, yang pertama jalur darat menggunakan mobil.
Jalannya super duper jelek. Pak Azis tidak menyarankan ini, kerena selain
perjalanan yang lama akan terasa menyiksa, juga akan merusak mobil.
Mudah-mudahan sekarang akses jalannya sudah diperbaiki.
Alternatif
kedua menggunakan perahu motor. Kita memilih alternatif kedua. Kita menyewa
perahu dari pelabuhan Tanjung Luar. Di situ merupakan kampung nelayan. Untuk
menyewa perahu kita harus janjian dulu. Meskipun di sana ada banyak perahu yang
ditambatkan, tapi tidak semua perahu bisa mengantar kita. Dan nelayan2 itu
tidak selalu stand by di sana. Jadi by appointment. Kita juga ditanya akan minta disediakan makan
siang barbeque tidak. Waktu itu kami memilih tidak. Kami lebih memilih membawa
bekal sendiri. Beli nasi campur khas Lombok, Nasi campur Sukaraja di Ampenan.
Enak euy. Rasa enaknya bertambah banyak karena dimakan di atas perahu di tengah
laut. Hahaha. Warungnya menunya lengkap banget. Mpe bingung milihnya. Bahkan
ada sate rembige juga.
Rute
pertama kita adalah ke Pantai Tangsi. Sepanjang perjalanan kita terbuai oleh
cantiknya panorama di sekeliling kita. Laut yang biru, langit yang cerah, ombak
yang tenang dan angin yang semilir. Damai banget. Rasanya pengin lebih lama
menikmatinya. Kita juga menjumpai beberapa lokasi budidaya mutiara. Di sana ada
banyak balon2 sebagai penanda letak kerang. Ada pondok2 di tengah laut tempat
penjaga berjaga. Serem ga ya sendirian di tengah laut gitu. Klo tiba2 ada badai
datang gimana.
Pantai
Tangsi saat kita sampai di sana sedang tidak terlalu ramai. Mungkin karena rute
ke sana masih berat jadi tidak banyak orang menuju ke sana. Pasirnya klo
diperhatiin benar2, baru terlihat berwarna pink. Klo dilihat dari kejauhan
tampak berwarna putih seperti pasir putih biasa. Kata mas Dodin, pasirnya akan
terlihat berwarna pink saat sunset. Kata mas Dodin pernah ada sepasang turis
yang karena saking penginnya melihat pasir berwarna pink, mereka memaksa
menginap di sana. Padahal di sana sama sekali tidak ada penginapan. So, turis
itu memaksa menginap di satu2nya warung yang ada di situ. Ibu pemilik warung
akhirnya mengijnkan setelah dibujuk berkali-kali.
Di
pantai pink, airnya benar2 bening, tampak banyak ikan2 kecil bening berlarian
kesana-kemari yg saking beningnya sampai2 tidak bisa tertangkap oleh kamera. Kami
menyempatkan untuk naik ke atas bukit. Pemandangan dari atas bukit wowwww
banget. Duduk bengong memandang lautan yang biru2nya biru banget. Cantik
banget. Rasanya ga pengin pulang.
PULAU
SEBUI
Mengingat
jadwal yang masih sangat padat, kita segera turun dan melanjutkan perjalanan
dengan perahu. Kami menuju ke Pulau Sebui. Di dekat situ kami snorkeling
sebentar. Ya, tidak bisa lama2 karena arusnya sudah kuat. Kami kesorean.
Harusnya kami datang pagi2 supaya ombaknya masih bersahabat. Akhirnya aku tahu
kenapa Pak Azis mewanti-wanti kami supaya berangkat pagi2 dan tidak mampir ke
mana2 dulu. Ternyata supaya kami masih bisa snorkeling di sana. Klo kesiangan
keburu ombaknya besar. Hihi.... Ga nurut sih. Oh ya di Pulau Sebui ini ada
seekor monyet yang terdampar di situ. Padahal pulaunya kecil banget. Dia makan
apa ya. Pulaunya gersang. Monyet itu suka nangkring di atas pohon yang ada di
situ.
PULAU
PASIR
Setelah
puas berendam, kami segera melanjutkan perjalanan ke Pulau Pasir. Belakangan
aku tahu, pulau ini yang suka muncul saat adzan maghrib di salah satu stasiun
TV. Keren banget, di tengah laut ada pulau pasir yang bentuknya segitiga.
Pasirnya putih. Di sekitar situ lautnya sangat dangkal karena adanya banyak
pasir. Jadi perahu tidak bisa bersandar di pulau. Untuk menuju pulau Pasir kami
harus nyemplung ke air basah2an nyebrang ke Pulau. Hihi.... Seru.
Klo
pas pasang, pulau Pasir ini bisa tenggelam seluruhnya. So harus selalu waspada.
Makanya sangat penting ke sana ditemani oleh guide dan nelayan yang sudah
sangat hafal situasi di sana.
Kami
pulang kesorean. Sedianya kami akan melihat sunset dari bukit Malimbu. Sampai
di Pelabuhan Tanjung Luar, kami numpang mandi di sebuah rumah petugas sana, di
dekat masjid. Kami membayar seikhasnya. Hanya saja karena tidak ada lampu
penerangan, kami mandi dalam gelap. Hihi... spokey.
AYAM
TALIWANG PAK UDIN
Kami
makan malam di Mataram. Sudah sangat malam. Sudah pukul 20.30. Kami makan di
Ayam Taliwang Pak Udin. Tempat makannya rame banget. Kami mengantri sekitar 20
menit menunggu kami memperoleh tempat duduk. Kami pesan ayam taliwang dan
pelecing kangkung. Enak banget. Kupikir tadinya aku bakal ga kuat ama pedasnya,
ternyata pedasnya ga terlalu pedas. Jadi ga masalah buat sakit maag-ku. Kata
Mas Dodin, Pak Udin ini tadinya bekerja di RM Taliwang yang terkenal di Lombok.
Kemudian membuka rumah makan sendiri di Jl. Gelatik No. 2B Cakranegara,
Mataram. Rumah makannya laris karena harganya murah dan rasanya pun enak.
SENGGIGI
Kita
segera melanjutkan perjalanan ke Senggigi. Ya, kami menginap di Sunset House di
Senggigi. Kami mpe sana sudah kemalaman. Sekitar pk.21.30. baru check in.
Hingga beberapa kali pihak hotel telp menanyakan kami jadi menginap tidak.
Hotel ini cantik banget. Aku suka banget menginap di sini. Interior kamarnya
enak banget. Hanya saja sebagai orang Indonesia yang terbiasa menggunakan
closet duduk yang ada jet showernya, mendapati closet duduk tidak ada jet
showernya jadi rada kerepotan.
Hotel
ini memonopoli kawasan pantai Senggigi yang berpasir hitam. Hanya tamu menginap
saja yang bisa menikmati keindahan pantainya. Kami menikmati breakfast dengan
menu buffet lengkap di sebuah saung di pinggir pantai. Sungguh menyenangkan.
Sampai perut kekenyangan karena kami kalap mengambil banyak makanan untuk
dibawa ke saung. Hihi...
Saat
Mas Dodin menjemput kita untuk petualangan di hari kedua, kami belum
siap.Haha... keenaken sarapan di pinggir pantai. Hihi.
Sepanjang
perjalanan di kawasan Senggigi benar2 membuat kita berdecak kagum. Melewati
pemandangan pantai dan pantai. Melewati bukit Malimbu juga. Selama di Lombok kita
sampai dua kali lewat Bukit Malimbu karena saking bagusnya pemandangan di sana.
PURA
BATU BOLONG
Jadwal
kita hari itu berkunjung ke pura2. Yang pertama kali kita kunjungi Pura Batu
Bolong karena letaknya yang sangat berdekatan dengan Sunset House.
TAMAN
NARMADA
Kemudian kita mengunjungi Taman Narmada dan
merasakan segarnya air awet muda. hehe berharap kita benar2 bisa jadi awet
muda.
Di
Taman Narmada, di dekat pintu keluar kita sempat belanja oleh2. Di situ ada
semacam pasar kecil yang jual kaos, baju, tas dan aneka pernak-pernik. Harganya
murah2. So kita memborong oleh2 di situ. Buat jaga2 klo nantinya tidak sempat
belanja oleh2.
PURA
MERU-PURA MAYURA-PURA LINGSAR
Lanjut
ke Pura Meru, Pura Mayura, Pura Lingsar, dan banyak mendapat cerita tentang sejarah pura di sana. Hanya saja
hal yang sangat mengganggu, guide di pura2 ini mematok harga yang mahal. Mereka
menghitung jasa untuk per orang bukan per kelompok. So... sebaiknya jangan
memakai jasa guide. Bilang saja cuma mau foto2 sebentar saja tidak perlu
diantar. Belum lagi di dalam nanti dimintai sumbangan untuk pura selain waktu
masuk sudah bayar bea masuk.
SATE
BULAYAK DI TAMAN SURANADI
Oh
ya kita makan siang dengan menu sate bulayak. Kita makan di kawasan wisata
Taman Suranadi. Yang disebut bulayak sebenernya lontongnya. Lontong khas Lombok
yang dibungkus daun aren yang dililit melingkar. Meskipun 1 porsi isinya
banyak, tapi satenya kecil2. Klo seorang ga makan seporsi sate ga akan kenyang.
Hihi. Saos sambelnya enak. Mpe penasaran bikinnya pake bumbu apa. Beda ma bumbu
sate di Jawa biarpun sama2 pake kacang tapi rasa bumbu sate bulayak sangat unik
dan ngangenin. Katanya pake bumbu khas Lombok.
Oh
ya suasana di kawasan wisata Suranadi ini tenang, hawanya lumayan dingin. So
jangan heran klo sate yang habis dibakar cepet dingin. Dan yang bikin kita
takjub. Harganya murah banget bo.....
Kita
ga sempet masuk ke Taman Suranadi. Di sana banyak yang pada mandi2 dan berendam.
Sudah kebayang, airnya pasti dingin banget. Kita ga masuk ke area taman, kita cuma
numpang makan aja karena kita ga punya banyak waktu untuk berkeliling di sana.
Kita harus segera lanjut ke Bangsal untuk menuju ke Gili Trawangan. Tidak boleh
kesorean, takut akan ketinggalan jadwal kapal terakhir. Jadi sebelum jam 4 sore
sudah harus ada di Bangsal. Biasanya sebelum sampai di bangsal, mobil2 akan
di-stop oleh warga sana, harus melanjutkan perjalanan dengan naik cidomo. Bagi2 rezeki untuk warga sana. Beruntungnya
kami, karena sudah sore, mobil kami tidak ada yang men-stop, kami bisa langsung
parkir di Bangsal.
Kami
segera membeli tiket untuk menyeberang ke Bangsal. Kami memilih naik kapal umum
dengan membayar Rp.11.000 per orang. Kapal umum ini berarti kita akan sekapal
dengan barang belanjaan orang2 Gili Terawangan. Waktu itu di depanku ada telor,
sayuran, minyak, dan berjerigen2 air tawar. Hihi. Jika ingin menyeberang dengan
nyaman, bisa naik speedboat dengan harga waktu itu Rp.75.000 per orang.
Kami
sengaja membawa persediaan air mineral yang banyak karena harga air mineral di
Gili Terawangan sangat mahal. Karena kami menginap 2 malam di Gili T, kami
membawa air mineral masing2 2 Liter. Hihi... Ternyata kebanyakan. Hingga kami
meninggalkan di hotel 2 botol air mineral tersisa karena tidak mau keberatan
bawaan. Juga Pop mie yang kami bawa untuk berjaga-jaga tidak tersentuh sama
sekali. Akhirnya waktu pulang kukasihkan ke mas2 penjaga hotel.
Saat
menunggu kapal datang, kita harus benar2 mendengarkan bilamana kapal kita sudah
datang. Jangan sampai salah naik. Masuknya berebutan dengan penumpang lain.
Hihi... mayan kalau pas lagi banyak turis yang mau nyebrang. Dan hati-hati
dengan barang bawaan. Pasti akan basah karena kita harus nyemplung ke air dulu
saat mau naik ke kapal. So sebaiknya pakai sandal jepit saja. Dan better pakai
ransel. Benar2 merepotkan saat kulihat ada pasangan yang membawa 2 koper.
Barang2 kita yang tidak perlu dibawa, kita titipkan di Mas Dodin. So kita cuma
bawa ransel yang melekat di badan aja biar ringkes.
GILI
TRAWANGAN
Menyeberang
dengan kapal selama 45 menit, akhirnya kita sampai juga di Gili Trawangan.
Sambil menunggu mas2 dari Gili Inlander tempat kita menginap menjemput, kita
duduk2 sambil melihat kesibukan mereka yang datang dan pergi. Saat itu ada yang
menawarkan jasa paket snorkeling per orang Rp.100.000 sudah termasuk makan.
Setelah mikir2 akhirnya kita mendaftar untuk ikut serta.
Setelah
mas2 yang menjemput datang, kami dicarikan cidomo. Hehe... akhirnya ngrasain
naik cidomo. Penuh. Kami berempat bersama barang bawaan kami yang lumayan
banyak. Bea naik cidomo ini Rp.100.000. Untuk selanjutnya jika kami menginap
lagi di Gili Inlander, karena kami sudah tahu tempatnya, kami diminta naik
cidomo sendiri, dan nantinya ongkos naik cidomo ini akan diganti oleh hotel.
Hanya ongkos cidomo waktu datang saja. Ongkos pulangnya kami harus bayar
sendiri.
Senangnya
menginap di Gili Inlander. Tempatnya nyaman banget. Waktu itu cuma tersedia 6
rumah. Rumah khas Sasak dengan atap semacam ilalang atau rumbia. Keren. Etnic
banget. Desainnya cantik banget. Sebenarnya kamar cuma boleh untuk maximal 3
orang. Karena kondisi sat itu sedang full booked, akhirnya kami diperbolehkan
menginap 1 kamar untuk berempat dengan
menambah Rp.100.000/malam. Dengan menginap di sini, kami mendapat free 2
sepeda. So kami juga menambah bea sepeda 2 lagi + bea tambahan 1
breakfast. AC di kamar dingin. Rasanya
tidak pengin keluar karena udara di luar sangat panas. Di hotel juga tersedia
fresh water jadi tidak usah khawatir klo bakal mandi dengan air asin.
Gili Inlander ini klo lihat dari desainnya
sepertinya diperuntukkan untuk pasangan. Sangat cocok untuk mereka yang sedang
berbukan madu. Kamar mandi didesain terbuka di atas, jadi saat mandi di malam
hari bisa sambil menatap bintang2. Juga dengan kamar tidur hanya dibatasi pintu
kaca dan gordyn tipis, hingga saat mandi siluet badan kita terlihat nyata.
Hihi.... cuek aja lagi. Untung tidak ada cowok bersama kami. Hotel juga
menyediakan handuk. Selimut tidak disediakan. Karena waktu itu kami kedinginan,
kami akhirnya minta selimut dan diberi 2 selimut tebal. Hihi... lumayan.
Gili
Trawangan benar2 membuat kami jatuh cinta. Sore itu kami terus bersepeda ke Central,
pasar seni di Gili T yang mulai rame di sore hari sampai tengah malam. Kami ke
sana untuk makan malam. Lumayan jauh juga dari tempat kami menginap yang ada di
tengah2 pulau. Tapi bagus juga, jadi kami mau tidak mau berolahraga. Karena di
sana tidak ada transportasi lain selain cidomo. Jadi mau ga mau ke mana2 klo ga
jalan kaki ya naik sepeda. Sehat banget kan.
Gili
Trawangan ini seperti kampungnya bule2. Di sana yang kami temui banyakan bule2.
Area Central hanya hidup saat malam hari. Sepanjang jalan rame, terdengar
hingar bingar musik disko. Cafe2 penuh dengan turis asing. Harga makanan di
center kukira tadinya mahal banget. Ternyata tidak juga. Makan nasi campur,
cici penjualnya jutek, tapi dagangannya laku. Hihi. Kami ambil lauk, nanti
cicinya menentukan dapat berapa nasi dan boleh pilih satu macam sayur. Kami
membayar per orang sekitar 30-40 ribu. Untuk minum tentu saja kami ke mana2
membawa air mineral dalambotol kecil. Di Central ini juga ada tempat kursus
masak masakan Indonesia yang pesertanya orang asing semua. Bea kursusnya
lumayan mahal. Tinggal pilih mau belajar masakan dari daerah mana. Seneng
nglihatnya karena hanya dibatasi pintu dan jendela kaca jadi kelihatan jelas
dari luar. Mereka belajar mengulek bumbu waktu itu. Hihi... seru juga ya.
Kami
bangun pagi2 karena mau mengejar sunrise. Ternyata kami kepagian bangun. Kami
berangkat pukul 5 pagi, ternyata itu
kepagian banget. Sunrise di sana siang, sekitar pukul 6an. Sepi. Tidak banyak
yang tertarik untuk melihat sunrise. Cafe2 sudah tutup. Hanya kami saja dan
beberapa orang Indonesia yang melihat sunrise. Ada seorang bule muda, cakep
mendatangi kami. Dia dari Jerman, berwisata sendiri. Sudah 2 minggu di Gili T.
Hihi betah banget. Dia menawarkan diri untuk membantu memotret kami. Sepertinya
dia tergerak untuk membantu saat melihat kami mencoba mengambil foto bersama
dengan susah payah mengatur kamera dan meletakkannya di kursi cafe.
Setelah
matahari tinggi, kami balik ke Gili Inlander untuk sarapan dan mandi. Breakfast
yang sungguh menyenangkan. Kami menginap dua hari dan memilih 2 macam breakfast
yang berbeda supaya tidak bosan. Setelah mandi, kami segera ke bangsal untuk
selanjutnya snorkeling dan berkunjung ke Gili Meno dan Gili Air.
Ternyata
memilih snorkeling lewat jasa calo ini merupakan pilihan yang salah. Murah sih.
Tapi ternyata kami harus gabung dengan banyak banget turis2 lain. Satu kapal
bisa 40 orang sendiri. Kami waktu itu bareng dengan banyak turis asing. Kami
menunggu cukup lama, menunggu nama kami dipanggil. Menadapatkan baju pelampung
dan snorkeler seadanya karena rombongan kami yang terakhir berangkat. Menunggu
cukup lama hingga saat kami berangkat sudah siang, ombak sudah tinggi.
Aku
cuma turun snorkeling sebentar karena takut terseret arus terus. Etil yang
memaksa terus snorkeling, sempat terbawa ombak. Aku tidak bisa menolong karena
aku tidak bisa berenang. Dalam kepanikannya dia ditolong oleh turis wanita dari
inggris. Dia ramah dan baik banget. Katanya berwisata sendiri dan rencana mau 1
bulan di Gili T. Wouuwww.... setelah mengantar Etil ke kapal, dia segera
kembali melanjutkan aktivitas snorkeling-nya.
Aku
melakukan kesalahan. Gara2 melihat ikan2 melalui glass di lantai kapal,
kepalaku jadi pusing bukan kepalang. Kata teman2ku mukaku sangat pucat. Ya,
rasanya pengin muntah. Aku mencoba mengalihkan rasa mual dengan terus saja
mengunyah permen. Kapal yang terus bergoyang karena ombak yang semakin tinggi
mebuatku semakin mual saja. Beruntung kemudian kapal segera merapat di Gili Air
untuk makan siang. Makan nasi goreng dan minum segelas jus membuat pusing di
kepalaku berkurang banyak.
Di
Gili Meno kami tidak merapat. Hanya berhenti dekat dengan deretan cafe untuk
snorkeling di situ. Katanya pemndangannya bagus. Hanya turis2 asing saja yang
berani snorkeling di situ. Mereka benar2 sudah mahir berenang jadi tidak takut
dengan ombak yang tinggi.
Sorenya
setelah merapat kembali ke Gili T kami segera balik ke hotel, kemudian
bersepeda ke Gili T bagian selatan untuk melihat sunset di sana. Waktu melihat
sunset ini, kami berempat terpisah. Kami pikir meskipun berangkat sendiri2
nanti bakal bisa ketemu di sana. Ternyata oh ternyata, di area sunset point ga
ada sinyal hp sama sekali. Jadi we kita tidak bisa saling contact. Ditambah
kondisi batreku yang ngedrop. Mana jalannya sepi banget plus nglewatin kuburan.
Hiiii.....
Pokoknya
naik sepeda aja ngikutin jalan, ga khawatir bakal nyasar toh di Gili T ini
jalan pada akhirnya akan menyatu. Klo dilihat dari atas mungkin membentuk
lingkaran ya. Berkeliling naik sepeda mengelilingi seluruh pulau membutuhkan
waktu 1 jam. Tentu saja jangan membayangkan jalannya sudah mulus. Jalannya
masih berupa tanah dan di bagian barat pulau berpasir. Musti ekstra keras
mengayuh.
Bagi
mereka yang pengin keramaian dan suasana malam yang hidup dengan hiruk pikuk
musik disco, menginaplah di dekat Central. Bagi yang pengin suasana sepi dan
damai, menginaplah di area sunset point. Di sana bukannya sangat sepi. Ada
banyak juga cottage dan resort, tapi suasananya lebih tenang.
Kupikir
tadinya tidak masalah bersepeda sendirian. Ternyata benar2 jadi masalah setelah
sunset berakhir dan malam mulai turun. Huehue... gelap banget. Secara di sana
masih minim penerangan. Mana jalannya berpasir dan sepi banget. Yang terdengar
hanya deburan ombak. Lama2 pikiran jadi kemana2. Spokey banget. Mana aku ga
bawa senter pula. Dan lampu di sepeda juga ga nyala. Mau balik arah dari jalan
aku datang aku ga berani karena aku tahu betul bakal melewati kuburan yang di
sekitarnya ga ada rumah penduduk sama sekali. Kok ya ga ada orang2 yang nyepeda
ya. Mana nyari teman2ku ga ketemu. Akhirnya kuputuskan untuk bersepeda
berlawanan arah dengan arah aku datang. Melewati beberapa cafe, lumayanlah rada
terang dengan adanya lampu2 exotic. Aku berharap bisa segera sampai Central.
Ternyata aku salah. Jalanan berubah menjadi sangat berpasir yang membuatku
kewalahan dan akhirnya menuntun sepedaku.
Saat
bertanya dengan orang2 yang kujumpai, mereka bilang ke Central masih jauh dan
jalan berpasirnya masih lumayan panjang. Huehue... Galau akut. Akhirnya aku
menyerah. Keringat sudah bercucuran. Kuputuskan untuk berbalik arah. Bertemu
dengan mas2 yang membawa 2 sepeda, aku bertanya jika aku ingin ke Central tapi
ga mau melewati jalan berpasir aku harus lewat mana. Mas2 yang masih sangat
muda itu, mungkin seumuran SMP kelas 3 atau SMA kelas 1, dia bilang akan
mengantarku, tapi dia akan menaruh sepeda dulu. Aku menunggu dengan harap2
cemas takut si mas ga kembali. Tapi untunglah apa yang kukhawatirkan ga
terjadi. Mas itu datang lagi dengan naik sepeda dan memanduku. Dia berjalan
masuk lewat jalan pintas melalui rumah2 penduduk. Sampai akhirnya dia bilang,
‘Mbak saya mengantar sampai di sini saja ya. Mbak-nya tinggal lurus saja sampai
mentok, nanti ketemu jalan ke arah Central.’
Kuambil
uang di dompetku, kuberikan ke si Mas itu, tapi dia menolaknya. Baik banget.
Aku benar2 terharu. Seorang malaikat yang dikirimkan Tuhan untuk menolongku di
saat aku benar2 ketakutan dan kebingungan di negeri orang. Hihi..
.
Dan
ajaibnya, saat aku melanjutkan mengayuh sepeda, aku sadar aku sangat mengenal
jalan itu. Ya... Jalan menuju ke Gili Inlander, tempatku menginap. Tepat di
depan hotel. Hohoho... aku benar2 takjub dengan pertolongan-Nya. Aku segera
masuk ke hotel untuk mandi dan berganti pakaian karena bajuku benar2 basah oleh
keringat. Sempat khawatir klo aku bakal ga bisa masuk karena kunci dibawa dua
temanku yang sudah sampai Central. Ternyata ada Suretil. Dia meminjam kunci ke
petugas hotel. Dia lagi tidur. Cerdas juga dia, pinjam kunci ke resepsionis.
Setelah
mandi, aku dan Etil menyusul dua temanku yang lain ke Central. Sampai di sana
mereka sudah selesai makan malam. Aku memesan soto ayam yang kataku rasanya ga
enak. Asiiiin banget. Mungkin bikinnya pakai air laut ya. Huehue....
Habis
makan malam kami nongkrong2 sambil menikmati es krim di sana yang katanya itu
wajib banget harus dicoba, Gili Gelato. Nyam nyam nyam. Kami mencoba beberapa
rasa biar bisa saling icip. Klo aku karena memang suka banget vanila aku pilih
rasa vanila. Setelah puas kami segera kembali ke hotel untuk beristirahat
karena pagi2 setelah breakfast kami harus segera kembali ke Lombok.
Malamnya
kami berpesan ke resepsionis supaya menyiapkan sarapan kami lebih awal. Kami
minta pk.07.00 pagi supaya kami tidak terburu-buru ke bangsal. Sambil kami
minta dicarikan cidomo untuk pergi ke pelabuhan. Ternyata sarapan pk.07.00
belum siap. Sarapan datang pk.07.30. Kami baru berangkat pk.08.30 karena cidomo
cukup lama baru datang. Rupanya hari itu banyak yang berpikiran sama untuk
bertolak kembali ke Lombok. Hingga di pelabuhan pun kami harus menunggu sekitar
30 menit saking banyaknya antrian penumpang kapal. Mas Dodin yang sudah
menunggu kami di Bangsal harus sabar menunggu kami menyeberang.
Sesampainya
di Bangsal, kami segera berangkat menuju destinasi kami selanjutnya, Air
terjun. Katanya lokasinya jauh, dari bangsal sekitar 2 ,5 jam perjalanan, jadi
kami harus cepat2 pergi supaya tidak kesorean. Oh ya di Bangsal ada seorang
cewek yang kamera DSLR-nya nyemplung ke laut. Ga tega melihatnya. Dia berusaha
mengeringkan lensa kameranya, tapi sepertinya tidak akan banyak menolong.
Wajahnya kelihatan begitu menyedihkan.
AIR
TERJUN SENDANG GILE DAN TIU KELEP
Pukul
1 siang kami sampai di Senaru, yang merupakan kaki gunung Rinjani, yang mana
untuk menuju ke air terjun kami start dari sini. Kebeneran hujan turun deras
dan kebetulan pula perut kami sangat lapar. Akhirnya kami makan siang dulu di
Pondok Senaru. Tadinya kupikir harga makanan di situ mahal, karena itulah
satu2nya rumah makan yang bangunannya paling bagus di situ dan paling rame.
Kami memilih makan di tempat yang paling ujung karena pemandangan di situ
sangat cantik. Sambil menunggu makanan datang, kami berfoto-foto dulu. Oh ya,
makanan di sini rasanya enak. Kami makan sampai kenyang, makanan habis tak
bersisa.
Karena
hujan tidak kunjung reda, klo memaksa menunggu sampai benar2 reda, kami takut
kesorean, akhirnya kami putuskan untuk segera memulai trekking. Untuk ke air
terjun Sendang Gile kita tidak perlu pakai guide. Tapi klo mau sekalain ke Tiu
Kelep, kita harus pakai guide karena tempatnya jauh masuk ke pelosok hutan.
Bea
retribusi masuk per orang sebenarnya Rp.10.000,- per orang. Kami ber-4, driver
tidak dihitung jadi harusnya Rp.40.000,- tapi karena di sini penjaga loket
sepertinya sudah kongkalikong dengan para guide, untuk menuju Tiu Kelep kami
diharuskan memakai guide. Dan tarif guide ini ga kira2. Masak per orang harus
membayar Rp.100.000,- Ya jelas aku keberatan. Aku bilang ke Mas Dodin minta
untuk ditawar harganya. Akhirnya kami sepakat per orang bayar Rp.50.000 itu
sudah termasuk tiket masuk. Jadi total 4 orang, kami bayar Rp.200.000,-. Gila
juga ya. Tapi ini masih mending. Ibu2 dari medan yang ketemu dengan kami di
lokasi Tiu Kelep, karena ketidaktahuannya dia membayar per orangnya Rp.150.000.
Dia 4 orang jadi membayar Rp.600.000,-. Wah gila mafia semua. Klo bule2 kulihat
mereka pada cuek jalan sendiri tanpa menggunakan jasa guide. Bisa dipastikan untuk
turis asing mereka pasti akan mematok harga lebih tinggi. Seperti ini harus
jadi perhatian pemerintah. Harus ditertibkan.
Tapi
untung juga kami berjalan ditemani guide. Dia membawakan barang2 kami, sandal2
kami, m
emotretkan
kami. Hihi... Saat kami nyemplung ke air pun, semua barang dia yang pegang dan
aman.
Untuk
ke Sendang Gile kami harus menuruni puluhan anak tangga yang sudah bersemen. Ga
kebayang gimana naiknya nanti ya. Air terjunnya biasa aja. Nothing special. Kami
cuma sebentar di sana. Kami segera
melanjutkan langkah ke Tiu Kelep. Ternyata untuk menuju ke Tiu Kelep itu benar2
penuh perjuangan. Kami harus melewati puluhan anak tangga kemudian menyeberangi
jembatan, menyusuri pinggiran sungai, melewati jalan setapak, keluar masuk
hutan. Sesekali berjalan sambil memanjati akar pohon besar yang melintang
menghalangi jalan. Sesekali melewati batu yang licin. Klo pakai sandal pakailah
yang anti selip. Aku akhirnya memilih nyeker alias berjalan tanpa alas kaki.
Setelah
menempuh perjalanan panjang, lebih kurang trekking sekiat 30-40 menit, akhirnya
sampailah kami di Tiu Kelep. Cantik beneeeeer. Ga sia2 jauh2 trekking ke sana.
Air terjun paling bagus yang pernah kulihat setelah sebelumnya buatku air
terjun yang paling cakep itu Madakaripura.
Air
terjun ini disebut juga air terjun pelangi karena jika beruntung kita akan
melihat ada pelangi di sana. Dan kita saat itu sedang beruntung, dua kali kita
melihat pelangi. Beruntung mas guide yang pegang kamera kami dan tidak ikut
nyemplung bersama kami mau memotretkan kami bersama sang pelangi. Hehe...
lumayan ekstra berteriak-teriak memanggil mas guide, mengalahkan suara air
terjun yang bergemuruh. Si mas sibuk motretin 2 bule cantik yang berbikini pake
kamera kami. Hihi... nakal yaa....
Airnya
benar2 dingin... tapi sangat segar. Jernih banget airnya. Jangan berenang di
bawah air terjun langsung karena arus pusaran airnya sangat besar. Katanya dulu
pernah kejadian ada turis yang memaksa ke sana tanpa guide, bapak dan anak.
Anaknya terseret pusaran air, si bapak berusaha menolong, tapi akhirnya
bapaknya ga tertolong, diputar-putar oleh pusaran air. Oleh karena itu buat
mereka yang belum tahu medan, sebaiknya memakai jasa guide.
Setelah
menggigil kedinginan, dengan kondisi baju basah kuyup, kami segera melanjutkan
langkah kami kembali ke pondok Senaru. Sebenarnya masih ada 1 air terjun lagi,
air terjun Batara Lejang. Kami tidak tertarik untuk ke sana karena selain masih
harus masuk lebih jauh ke dalam hutan, katanya air terjunnya kecil, bahkan
lebih kecil dari Sendang Gile. Kami sudah merasa lelah dan hari sudah mulai
sore, kami takut kemalaman di hutan. Spokey bener.
Di
perjalanan pulang Mas Dodin bilang klo mau lewat jalan pintas dan jalan
tercepat, kami bisa melewati terowongan air, jadi kami tidak perlu menaiki puluhan
anak tangga. Karena tergiur oleh kata ‘lebih cepat sampai dan tidak perlu naik
tangga, akhirnya aku, Etil, dan Selly tertarik untuk lewat terowongan air.
Sedang Ana yang bilang suka sesek klo
lewat yang gelap2 lebih memilih bercapek-capek ria menaiki anak tangga.
Akhirnya kami terpisah dua. Mas Dodin menemani kami melewati terowongan, sedang
Ana bersama mas guide menaiki puluhan anak tangga.
Sebuah
pengalaman mendebarkan yang tak akan pernah terlupakan. Berjalan dalam lorong
gelap melawan arus air, ditambah masih harus berhati-hati karena di dalam air
yang ga kelihatan ada besi2 panjang yang terkadang letaknya melintang, kalau
tidak hati2 bisa tersandung dan terbawa arus. Kami berjalan pelan-pelan dalam
diam, berkonsentrasi, sambil berpegangan tangan satu sama lain. Mas Dodin
menyalakan lampu senter di hp-nya sebagai penerangan. Meskipun hanya nyala
kecil setidaknya ada sedikit cahaya. Berjalan dalam diam, dan kekhawatiran.
Kalau ada ular gimana. Kalau tiba2 ada air bah gimana, kalau ada penampakan gimana.
Hiiiii... kenapa perjalanan panjang tidak juga berakhir. Setelah akhirnya kami
sampai di ujung terowongan legalah kami. Akhirnya bisa keluar dengan selamat.
Dan olala... Ana n mas guide sudah menunggu kami di pintu terowongan.
Sepertinya mereka sudah cukup lama sampai. Mereka menertawakan kami. Ini gimana
sih, yang lewat jalan pintas kenapa lebih lama sampai. Perasaan campur aduk
antara lega, dongkol, geli. Hahahaha.... pengalaman yang tak akan pernah
terlupakan.
Karena
baju basah kuyup, akhirnya kami numpang mandi di Pondok Senaru. Free, karena
sebelumnya kami sudah makan siang di sana. Hihi... Kelar mandi kami segera
melanjutkan langkah, berusaha mengejar sunset di bukit Nipah. Tapi apa daya.
Kami sudah kesorean. Jadi kami ga dapat sunset hari itu. Tapi kami benar2 dapat
pengalaman yang sangat berharga dan tak akan terlupakan. So buat kalian2 yang
berkunjung ke Lombok, Tiu Kelep merupakan destinasi wajib, jangan sampai
terlewatkan.
SATE
TANJUNG – SATE REMBIGA
Ga
keburu menikmati sunset di Bukit Nipah tapi kita menikmati sunset di sepanjang
perjalanan. Ga kecewa juga coz kita ma Mas Dodin diajak mampir menikmati sate
Tanjung yang waktu itu harga per tusuknya Rp.1000. Enak banged. Sate ikan yang
sudah dibersihkan dari duri2nya. Daging ikan dipotong kecil2 berupa potongan2
berwarna putih. Rasanya ga kerasa klo itu ikan. Nyesel kenapa waktu itu ga beli
banyak sekalian.
Habis
itu kita hunting oleh2. Nyariin pesenan temanku dodol tomat, manisan agar2, dan
beli tenun khas Lombok, kaos, dll. Yang aku nyesel aku pengin banget beli kain
jarik khas Lombok tapi waktu itu ga nemu. Katanya aku bisa dapet di Pasar
Cakranegara. Sayangnya aku sudah ga ada waktu buat ke sana.
Malamnya
kita makan sate rembiga di jalan Rembiga. Makan malam yang sangat malam karena
kita baru makan sekitar pk.21.30. Untung satenya masih ada. Yang aku heran,
jangan harap di Lombok kita bisa dapat nasi atau lontong di tempat penjual
sate. Sepertinya sate buat mereka semacam cemilan jadi tidak perlu nasi. Sedang
kita yang rasanya belum makan klo belum makan nasi akhirnya hunting nasi.
Untung di tempat penjual minuman ada jual nasi. Kita makan di tempat gelap
remang2 karena mati lampu. Haha... kacau. Makan sambil lesehan. Satenya
bumbunya kerasa banget sampai ke dalem2. Rasanya cenderung manis. Enaak... Cuma
klo makannya kebanyakan lama2 enegh juga karena rasanya yang manis.
Cape
banget hari itu. Kita diantar Mas Dodin ke Hotel kita di Mataram, Hotel Maktal,
Jl. Maktal No. 3 Cakranegara. Hotel ini sangat recommended. Waktu kita menginap
di tahun 2014, hotel ini termasuk masih baru. Harganya murah dan service-nya
Ok. Semakin ke atas harga kamar semakin murah mungkin karena tidak ada lift di
situ. Hihi. Lumayan kan klo bawaan banyak. Kita ambil yang di lantai 2. Naik
tangganya ga terlalu tinggi, tapi kita dapat harga lebih murah.
Resepsionis
di sana ramah2. Kita bisa banyak nanya. Saat seharusnya sudah harus check out
pun, dua temanku yang pulang belakangan karena jam penerbangannya sore, mereka
diperbolehkan menitip tas di bagian respsionis. Jadi pengin balik lagi nginep
di hotel ini.
Kita
juga dibantu dicarikan taxi yang sopirnya juga ramah dan ngasih harga sesuai
argo. Sepertinya memang taxi-nya sudah kerjasama dengan hotel. Di pagi hari aku
dan Selly kita mengikuti misa di gereja, misa peringatan Kenaikan Isa Almasih
di Gereja Katolik Maria Immaculata, Jl. Pejanggik. Ternyata gerejanya dekat
dengan hotel. Naik taxi cuma bayar
Rp.10.000. Bapak sopir taxinya bilang bayar sesuai argo saja. Cuma saat
pulangnya harus memutar karena kita
berangkat melewati jalan searah. Pulang naik taxi yang banyak ngetem di depan
gereja.
Sesampainya
di hotel, Etil n Ana sudah ngambilin breakfast buat aku n Selly, karena takut
saat sampai hotel kita sudah melewatkan breakfast time. Breakfastnya enak dan
sangat kenyaaaaaang. Ga nyangka menginap dengan harga murah, masih dapat
breakfast semacam nasi rames dengan banyak lauk.
Makan
dengan tergesa-gesa sambil packing karena aku n etil kita harus segera menuju
ke Bandara Praya. Penerbangan kita di siang hari. Jika kita carter mobil ke
Bandara kita harus membayar Rp.250.000. Klo naik taxi sekitar 100 ribuan. So
kita memilih naik taxi aja. Ternyata jalan tidak macet.
NASI
BALAP PUYUNG
Kita
masih punya cukup banyak waktu menunggu di bandara. Sebelumnya kita minta ke
Pak sopir taxi burung biru yang mengantar kita untuk mampir dulu ke nasi balap
puyung. Ohohoho.... Ini merupakan nasi terenak yang pernah kumakan. Bahkan mpe
sekarang rasanya ngidam pengin makan itu lagi. Cuma di Jawa ga nemu. Masak
harus beli jauh2 ke Lombok. Euuuuh...
Waktu
itu aku beli 2 paket nasi pakai ayam. Ayamnya ayam kampung lho. Kupikir
harganya bakalan mahal. Ternyata tidak. Per porsi hanya cukup membayar
Rp.15.000. Dari wanginya aja udah tercium klo rasanya bakal enak banget.
Terbukti dari ceritaku saat transit di Denpasar. Aku n etil memakan nasi balap
puyung kami sambil menunggu datangnya pesawat. Nasi yang dibungkus daun pisang.
Selama makan kuperhatikan ada ibu2 usia sekitar 60an yang nglihatin terus ke
arah kami. Mungkin dia kabitha ya melihat betapa lahapnya kami makan. Kemudian
ibu ini bersama suaminya pun pergi.
Setelah
kami selesai makan, ibu dan bapak ini mendatangi kami dan bertanya di mana kami
membeli makan siang kami, karena mereka berkeliling di bandara mencari yang
jual tapi tidak menemukan. Aku tertawa. Aku bilang ini beli di Lombok. Aku
bilang ke Ibunya klo aku masih punya 1 bungkus lagi. Klo mau boleh buat ibu
ini. Si Ibu mau, tapi dia ga mau gratis. Ibu ini nanyain harganya berapa dan
aku bilang kalau harganya Rp.15.000. Ibu ini memberiku uang Rp.20.000. Aku
menolaknya, aku bilang tidak usah. Tapi si Ibu terus memaksa supaya aku
menerima uangnya. Si Ibu bilang, pamali klo tidak mau menerima uang. Saat aku
mau memberikan kembalian Rp.5.000 pun si ibu menolak. Jadilah kuterima uang
dari si Ibu. Hihi... lucu juga ya. Dari baunya saja ada sesama penumpang yang
sampai tergoda.
Euuuh
tapi sedih juga. Bayanganku, sesampainya di Bandung aku bisa makan nasi balap
puyung lagi. Tapi ga bisa karena sudah dibeli oleh si Ibu. Ya sudah gapapa.
Lain kali klo berkesempatan ke Lombok lagi, aku bakal ngeborong ini nasi. Hihi...
Beruntungnya
kita tidak perlu lama menunggu pesawat kita, ga seperti waktu keberangkatan.
Sorenya kita mendarat dengan selamat di Bandung.
CATATAN
AKHIR
Wuuiiiih...
rekor terlama aku nulis. Aku mulai menulis ini di tahun 2014 dan baru kelar
nulis tahun 2016. Harga2 yang tercantum sudah pasti tidak up to date.
Tapi
buat gambaran saja. Budget kami selama di Lombok waktu itu 6D5N per orang
Rp.2.250.000. Itu sudah include rental mobil, sewa perahu, bea snorkeling, sewa
peralatan snorkeling, tiket perahu ke Bangsal, makan, hotel, tips tambahan u
sopir (karena kami sangat puas dengan servisnya, hingga dia yang tadinya tidak
mau nerima kupaksa dengan ancaman klo suatu saat ke Lombok lagi tidak mau
diantar dia klo tidak mau nerima), tiket masuk obyek wisata, tips guide. Sewa
mobil selama 3 hari. Sewa mobil per hari Rp.600.000 itu sudah termasuk bensin +
tips sopir. Sewa mobil segitu sudah murah banget karena kami keliling Lombok
dari ujung ke Ujung. Dan sopirnya yang sangat care sekaligus menjadi guide
kami. Bahkan saat nyemplung ke air pun dia mau ikut. Hingga akhirnya kami
berteman baik dan tetap berkomunikasi sampe sekarang. Budget itu belum termasuk
tiket pesawat, oleh2, dan bea taxi dari hotel ke Bandara.
Oh
ya Bapak sopir taxi yang mengantar kami ke bandara banyak cerita tentang
pendakian ke Gunung Rinjani yang membuatku mupeng pengin ke sana. Tapi harus
menginap dua malam di atas itu yang menjadi kendala. Waktunya ada ga ya. Akunya
bakal kuat ga ya. Hihi.... Dipikirkan nanti aja deh. Hahahaha...
Sekarang
memikirkan aku yang masih punya utang menulis tentang perjalananku ke
Ijen-Pulau Sempu dan Ranu Kumbolo yang mpe sekarang belum juga kutulis. Hihi...
Semangat!!!!!!!!!!!!!!!
Oh
ya jika ada yang membutuhkan no contact Pak Aziz, ini dia 081915972999 atau
081337411123. Jangan segan2 bertanya kepada beliau, dengan senang hati akan
dibantunya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar