April 03, 2012

OBROLAN DENGAN BAPAK PENJUAL BURJO


Hari minggu pagi, aku merasa rambutku sudah sangat cepel, pengin keramas. Mengingat aku masih harus hati2 coz kakiku masih belum boleh kena air, akhirnya kuputuskan untuk keramas di salon langganan saja. Pagi2 katanya ada diskon 20%, sekalian aja potong rambut coz rambutku sudah terlalu panjang menurutku.

Sesampaiku di salon, ternyata hair stylist langgananku belum ada, dia baru datang pk.11.00. Akhirnya aku gambling aja sebut nama stylist coz yang lain aku ga ada yang kenal. Mudah2an cocok.
Dan untungnya cocok. Mayanlah buat variasi. Dan ternyata saat aku membayar sama sekali tidak ada potongan harga. Hohoho.... jadi mau datang jam berapa aja sama aja ga ada diskon.... :(


Sepulang dari salon, aku melihat penjual burjo (bubur kacang ijo). Kebetulan aku dah lama ga makan burjo n lagi pengin. Kebetulan juga aku emang lagi laper. Tadinya aku mau beli dibungkus saja, tapi coz aku mau pergi lagi ke lain tempat, biar menghemat waktu ga usah pulang ke kost dulu untuk menghabiskan burjo, akhirnya kuputuskan makan di tempat di samping gerobak burjo.

Sambil makan aku mengajak ngobrol Bapak burjo yang mukanya ramah n banyak senyum.
Bapak itu membuat sendiri burjonya, sedangkan gerobaknya dia sewa dengan ongkos sewa Rp.15 ribu per hari. Istrinya tinggal di Garut. Anaknya 10 dan cucunya 14. Anaknya yang belum menikah ada 3, 1 sudah kerja di Bandung dan yang 2 masih SMA. Bapak ini tampak berseri-seri ketika menceritakan keluarganya.
Setiap pagi dia mulai berjualan pk.07.00 dan kembali ke kontrakannya pk.2 siang. Dia saban hari berjualan tanpa ada hari libur. Sebulan sekali dia pulang ke Garut untuk menyerahkan penghasilannya ke istrinya sambil menengok keluarganya. Dia senang sekali tiapkeluarganya bisa berkumpul semua. ‘Rame neng, rumah mpe penuh!’.

Ketika selesai makan, kuserahkan mangkuk dan membayar kepada si Bapak. Semangkuk dihargai Rp.3 ribu.
‘Ini kembaliannya neng. Makasih ya neng,’ senyum tulus menghiasi raut muka si Bapak.

Ya, Bapak ini terlihat sangat bahagia, meskipun jauh dari keluarga, meskipun berat perjuangan hidup harus mendorong gerobak seharian setiap harinya yang sudah dijalaninya selama 6 tahun.

Kebahagiaan tidak diukur dari seberapa besar kesuksesan kita, dari seberapa banyak harta yang sudah berhasil kita kumpulkan, dari seberapa jauh kita sudah melanglang buana. Kebahagiaan ada di tangan kita. Bagaimana kita memandang hidup, menikmati dan melewatinya bersama orang2 di sekeliling kita. Dalam keadaan ekonomi yang serba minim pun kita tetap bisa tersenyum bersama orang2 yang mengasihi kita, asal kita jangan terlalu banyak menuntut hal2 yang sebenarnya jauh dari jangkauan kita.
Ya, syukuri semua apa adanya.
‘Aja ngoyo,’kata mbah2ku.

Aku juga ga mau ngoyo mbah. Meskipun aku harus sering lembur kejar deadline, meskipun begitu banyak hal yang membuat kepalaku pusing, tapi aku masih bisa berdiri tegak sampai sekarang, aku masih bisa makan-minum cukup, aku masih bisa tertawa bersama teman2ku, masih bisa jalan2 satu-per satu ke tempat2 yang sangat ingin kukunjungi. Yeeeah.... Life is beautiful.
Semangaaaaaaat!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar