Desember 09, 2011

MEMILAH-MILAH SAMPAH



Sebenarnya pemilahan sampah ini sudah marak sejak beberapa tahun yang lalu, aktif disosialisasikan oleh mereka2 yang tergabung dalam gerakan ‘Go Green’. Upaya untuk mengelompok-ngelompokkan sampah sejak awal supaya lebih mudah dalam pengolahan sampah, mana yang bisa didaur ulang, mana yang bisa disintesis alam, mana yang bisa dimanfaatkan untuk produksi kompos ataupun bioenergi.

Di lingkungan kerjaku memang sudah cukup lama dibiasakan memilah sampah sejak proses pembuangan awal. Di sudut2 disediakan 3 bak sampah yang berjejer, sampah organik-sampah kertas-sampah plastik.
Dan yang membuatku suka tertawa sendiri, melihat tingkah anak2. Mereka yang biasanya seenaknya membuang sampah sembarangan meskipun sudah disediakan bak sampah, jadi mau mendatangi bak sampah, membuang sampah ke bak yang sesuai. Barangkali ini bagaikan sebuah permainan buat mereka. Merupakan sebuah tantangan, karena mau ga mau mereka harus berpikir sejenak, ‘Ini masuk kategori yang mana ya?’
Tapi yang namanya anak, tidak semua memiliki kesadaran untuk peduli akan lingkungan. Sesekali masih kulihat botol atau cup air mineral, plastik bekas makan tergeletak di lantai. Tidak banyak, cuma satu dua. Klo pas ketauan kelihatan siapa yang membuang sampah sembarangan, nasib tu anak kena tegur n musti memungut dan membuangnya ke tempat yang seharusnya.

Sejak kecil, ibuku termasuk strict dalam hal membuang sampah. Sampah basah dan kering tidak boleh dicampur. Sampah basah (sisa2 makanan) dan dedaunan hanya boleh dibuang di bak sampah dapur, sedang sampah kering (kertas, plastik, botol2) dibuang di bak sampah kering yang ada di beberapa ruang. Klo sampe ketahuan mencampur sampah, bakal dimarahi. Kantong2 bekas belanja pun dikumpulin, dilipat, dijadiin satu di satu tempat, nanti klo sudah terkumpul banyak oleh ibuku dikasih ke warung2 tetangga, biar bisa dipake lagi.

Kebiasaan ini terbawa sampai sekarang. Aku paling ga suka lihat orang buang sampah sembarangan. Aku sendiri bahkan untuk membuang tissue atau bungkus permen di jalan pun suka ga tega. Lebih rela naro sampah di tasku, nti klo ketemu bak sampah baru dibuang.

Bahkan hobi ngumpulin kantong2 bekas belanja pun terbawa sampai ke kost. Klo ada yang butuh kantong kresek berbagai ukuran, datang saja ke kamarku. Stock ada banyak, hasil ngumpulin bertahun-tahun. Hahahaha.....
Bak sampah di kamarku pun hanya khusus untuk sampah kering, sampah basah dibuang di dapur atau langsung ke bak sampah belakang. Tapi masih sulit membiasakan memilah sampah di kostku. Akhirnya sampah2 bercampur jadi satu di bak belakang, seperti halnya di kantorku, biarpun aku sudah meminta bak pembuangan akhir dipisah menjadi tiga kotak, untuk sampah organik-sampah kertas-sampah plastik, tetap saja sampah yang sudah dipisah-pisah di tiap sudut ruang terbuka, saat diangkut ke pembuangan akhir tetap saja dicampur jadi satu. Repot di bagian pengangkutan.

Ya, bisa dimaklumi, cukup sulit mensosialisasikan sesuatu yang baru. Perlu waktu dan kesadaran dari masing2 individu. Setahap demi setahap semoga nanti lama2 semuanya bisa peduli akan kelestarian lingkungan, toh semuanya nantinya juga akan kembali ke kita juga.

Mari..... mari....
Buang sampah pada tempatnya....

Dan aku salut banget dengan seorang bapak sopir angkot. Seumur-umur di Bandung (9 th), baru kemarin aku naik angkot yang ada bak sampahnya. Bak sampah direkatkan di tengah2 antara 2 kursi bagian belakang. Bak sampah bertuliskan Bandung Bermartabat.
Good job Pak sopir, moga2 diteladani oleh sopir2 yang lain.
Juga ketika suatu saat naik angkot yang didalamnya ada tulisan gedhe2.... ‘Bukan tempat untuk merokok’.
Really like this!!!!!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar