Beberapa
tahun belakangan ini aku harus banyak belajar untuk mengikhlaskan. Tidak tahu
kenapa semuanya datang bertubi-tubi. Bukan sesuatu yang besar coz masih ada
begitu banyak orang yang harus menanggung beban yang amat berat yang aku
sendiri tidak yakin apa aku bisa kuat jika dihadapkan pada situasi seperti itu.
Belajar
mengikhlaskan sesuatu yang terjadi di luar yang kita mau. Mungkin sesuatu itu
memang bukan untuk kita atau sesuatu itu belum saatnya kita miliki. Jika
sesuatu itu memang untuk kita, suatu saat pasti akan kita miliki, tetapi jika
memang bukan untuk kita, suatu saat nanti kita akan mendapatkan sesuatu yang
lebih tepat untuk kita.
Belajar
untuk mengikhlaskan kasurku. Hahahahaha.... Ini akibat kecerobohanku yang
terlalu menggampangkan sesuatu.
Berlanjut
belajar mengikhlaskan pompa airku. Ini semua akibat kebodohanku yang tadinya
kupikir daripada ilang dicuri orang lebih baik menitip saja. Ternyata malah
barang hangus di tempat menitipkan. Ya sudah, bukan milik.
Belajar
mengikhlaskan harddiskku yang rusak. Ini akibat keteledoranku meletakkan
celana2 jeans di atas laptop-ku. Sedianya biar aman malah rusak ga puguh.
Tapi untuk
yang satu ini masih sulit buatku untuk mengikhlaskan koleksi foto2ku dari zaman
baheula sampai foto2 liburanku belakangan ini yang amat sangat menghiburku di
kala jenuh mulai menghampiri. Deeeeeuuuuh.....
Belajar
mengikhlaskan bak cuci piringku (kitchensink) dibongkar orang. Huehuehue....
ini mah keterlaluan. Aku yang sejak awal emang pengin menggantinya dengan
kitchensink yang lebih dalam, jadinya bakal mengganti beneran dah. Hahahaha...
Dan
terrakhir aku harus belajar mengikhlaskan pohon kersenku untuk ditebang.
Hohoho.....
pohon kersen cantikku.....
Untuk yang
satu ini aku perlu waktu mpe berminggu-minggu untuk memutuskan. Tanya beberapa
orang. Salah satu teman yang mempunyai indera keenam menyarankan untuk ditebang
saja coz auranya dilihat tidak bagus. Seperti memberi sebuah rumah bagi makhluk
dunia maya. Hohohoho..... Ini mah horor.
Tetangga
rumah minta ditebang saja coz katanya banyak ulatnya, suka masuk ke tembok
rumahnya, dan suka ada burung2 kuburan (burung ceciwis) beterbangan di situ.
Burung pembawa pertanda tidak baik. Sedangkan aku belum pernah melihat ada ulat
satu pun, dan burung2 kecil yang beterbangan di sekitar situ menurutku itu
burung2 kecil yang cantik seperti yang biasa beterbangan di lingkungan
kantorku. Burung gereja sepertinya.
Ada juga yang
bilang jangan ditebang, pohon itu sumber kehidupan. Bisa memberikan banyak hal
termasuk menyimpan air. Daunnya yang rimbun bisa memberikan keteduhan,
mensuplai pasokan oksigen. Apalagi sudah sebesar itu dan batangnya tumbuh
melengkung bagus, bisa buat duduk2. Deeeeuuuh.... tambah gamang.
Dan
terakhir bapak tukang bilang ditebang saja, pohon sudah gedhe, akarnya bakal ke
mana2, bisa merusak bangunan.
Dan
pendapat seorang tetangga juga, pohon kersen itu pohon peneduh. Di pinggir2
jalan banyak. Klo memang suka buah kersen, tinggal petik aja di pinggir2 jalan.
‘Tuh, di depan rumah juga ada.’
Ya, memang
benar, di sepanjang jalan yang kulewati memang kulihat ada banyak pohon kersen.
Dan
terakhir ngobrol dengan teman kantorku. Rasanya lebih baik ditebang dan
menggantinya dengan tanaman yang menghasilkan yang bisa dikonsumsi.
Ya benar.
Lebih baik menanam pohon jambu atau pohon mangga, atau rambutan.
Yeeeeaah....
akhirnya aku dengan mantaph bilang ke bapak tukang. Minta tolong pohonnya
ditebang saja.
Sekarang
aku ikhlas kok. Hehhehehehe....
Dan satu
lagi. Waktu mudik kemarin, aku harus mengikhlaskan sandalku jadi korban gigitan
bayi2 anjing di rumah. Akibat ulah Pong2 n Yong2, jadinya mau ga mau harus
nyari sandal baru. Jadi punya sandal baru deh.
Aku ikhlas
kok.
Hahahahaha......
Tidak ada komentar:
Posting Komentar