Hari
minggu kemarin, aku dan teman2 menghadiri prosesi siraman adat Jawa salah
seorang teman yang akan menikahkan anak lelakinya. Acara full adat Jawa berikut
langkahan dan sungkeman. Bahkan MC-nya pun menggunakan bahasa krama inggil yang
membuat teman2ku yang asli Bandung pada kagak ngerti itu ngomong apa. Aku yang
rada2 ngerti maksudnya ketika ditanya hanya tertawa tidak bisa menerjemahkan ke
dalam Bahasa Indonesia yang baik dan benar. Iringan gamelan Jawa membuatku
serasa berada di kampung halaman, terlebih banyak tamu yang masih satu trah dengan
si empunya hajat pada memakai kain samping, kebaya dan disanggul.
Setelah
upacara siraman, pranata adicara (MC) menghimbau kepada family calon pengantin
dan tamu2 undangan yang masih lajang untuk membasuh tangan, kaki dan muka
dengan air siraman. Yang ingin segera menikah akan segera menikah, yang masih
sekolah biar lancar sekolahnya.
Sontak
teman2ku yang sudah pada menikah dengan heboh memaksa para jomblo untuk ikut
serta.
Dua
temanku dengan semangat 45 dengan
diiringi doa yang tulus dari salah seorang ibu guru senior di kantorku
mengikuti ritual ini. Bahkan ada salah satu teman yang ga cukup sekali
membasuh, dia membasuh lagi sendiri untuk kali kedua. Saking penginnya segera
menikah kali ya. Hahahaha.....
‘Hayo....
ga boleh dua kali lho. Nanti batal’, yang lain pada ngledekin.
Aku
dipaksa ikut ritual ini tapi aku ga mau, males basah2an. Aku memilih segera ke
tempat hidangan prasmanan untuk mengambil makan siang + dawet ayu yang memang
selalu tersedia saat upacara siraman.
Setelah
selesai makan, ibu guru senior yang sebelumnya mendoakan dua temanku,
dikomporin teman2ku untuk memaksaku ikut ritual. Akhirnya
dengan ditarik oleh ibu guru senior aku mau juga melangkahkan kaki ke sebuah
tempayan yang berisi air yang berasal dari tujuh mata air.
Dengan
serius ibu ini mendoakanku. Aku kemudian diminta membasuh kaki, tangan dan
mukaku dengan air masing2 sebanyak 3x.
‘Muka
ga usah ya bu?’
‘Muka
harus. Yang banyak. Jangan khawatir, saya bawa bedak kok.’
Hohohoho....
Akhirnya
kubasuh juga tangan, muka dan kakiku dengan air masing2 sebanyak 3x, tapi cuma
dengan sedikit air. Aku ga mau terlalu basah.
Dan
setelah aku menyusul dua temanku yang lain juga ikut ritual ini.
Salah
seorang temanku yang memang tidak ingin menikah, kubujuk untuk ikut ritual ini,
tapi dia bergeming ga mau.
‘Coba,
setelah ini, nanti di antara berlima siapa yang paling dulu menikah’.
Hahahaha...........
kacau......
Sepulang
dari sana, ada kulihat ibu2 yang pada membawa souvenir centong nasi kayu. Waktu
aku mau ambil tidak diperbolehkan coz aku belum menikah. Yang boleh mengambil
ibu2 yang punya anak yang belum menikah supaya anaknya segera menyusul menikah.
Hohoho....
jangan2 tiap kali menghadiri siraman, ibuku yang berharap anaknya segera
menikah, rajin mengambil souvenir centong nasi. Hahahahaha..... tambah kacau.
Memang
di Jawa ada kepercayaan seperti ini. Dulu salah satu temanku di Yogya yang
pengin segera menikah, tiap kali ada temannya yang mengadakan siraman
pra-nikah, dia rajin datang dan mengguyur tangan, kaki dan mukanya dengan air
siraman banyak2. Dan terbukti cuma selang beberapa bulan kemudian dia bertemu
dengan jodohnya dan segera menikah.
Tidak
ada salahnya melestarikan warisan budaya yang sudah berjalan sekian lama.
Jodoh
di tangan Tuhan. Jika Dia menghendaki, apa pun akan terjadi. Tapi jika Dia
belum berkenan, bagaimana pun kita memaksa, tidak akan jadi.
So.....
Kita lihat saja nanti. Siapa yang kata Tuhan waktunya sudah tiba duluan. ~_^
Tidak ada komentar:
Posting Komentar