Mei 16, 2012

RITUAL SETELAH SIRAMAN

Hari minggu kemarin, aku dan teman2 menghadiri prosesi siraman adat Jawa salah seorang teman yang akan menikahkan anak lelakinya. Acara full adat Jawa berikut langkahan dan sungkeman. Bahkan MC-nya pun menggunakan bahasa krama inggil yang membuat teman2ku yang asli Bandung pada kagak ngerti itu ngomong apa. Aku yang rada2 ngerti maksudnya ketika ditanya hanya tertawa tidak bisa menerjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia yang baik dan benar. Iringan gamelan Jawa membuatku serasa berada di kampung halaman, terlebih banyak tamu yang masih satu trah dengan si empunya hajat pada memakai kain samping, kebaya dan disanggul.

Setelah upacara siraman, pranata adicara (MC) menghimbau kepada family calon pengantin dan tamu2 undangan yang masih lajang untuk membasuh tangan, kaki dan muka dengan air siraman. Yang ingin segera menikah akan segera menikah, yang masih sekolah biar lancar sekolahnya.

Sontak teman2ku yang sudah pada menikah dengan heboh memaksa para jomblo untuk ikut serta.
Dua temanku dengan  semangat 45 dengan diiringi doa yang tulus dari salah seorang ibu guru senior di kantorku mengikuti ritual ini. Bahkan ada salah satu teman yang ga cukup sekali membasuh, dia membasuh lagi sendiri untuk kali kedua. Saking penginnya segera menikah kali ya. Hahahaha.....
‘Hayo.... ga boleh dua kali lho. Nanti batal’, yang lain pada ngledekin.

Aku dipaksa ikut ritual ini tapi aku ga mau, males basah2an. Aku memilih segera ke tempat hidangan prasmanan untuk mengambil makan siang + dawet ayu yang memang selalu tersedia saat upacara siraman.
Setelah selesai makan, ibu guru senior yang sebelumnya mendoakan dua temanku, dikomporin teman2ku untuk memaksaku ikut ritual. Akhirnya dengan ditarik oleh ibu guru senior aku mau juga melangkahkan kaki ke sebuah tempayan yang berisi air yang berasal dari tujuh mata air.
Dengan serius ibu ini mendoakanku. Aku kemudian diminta membasuh kaki, tangan dan mukaku dengan air masing2 sebanyak 3x.
‘Muka ga usah ya bu?’
‘Muka harus. Yang banyak. Jangan khawatir, saya bawa bedak kok.’
Hohohoho....

Akhirnya kubasuh juga tangan, muka dan kakiku dengan air masing2 sebanyak 3x, tapi cuma dengan sedikit air. Aku ga mau terlalu basah.
Dan setelah aku menyusul dua temanku yang lain juga ikut ritual ini.
Salah seorang temanku yang memang tidak ingin menikah, kubujuk untuk ikut ritual ini, tapi dia bergeming ga mau.
‘Coba, setelah ini, nanti di antara berlima siapa yang paling dulu menikah’.
Hahahaha........... kacau......

Sepulang dari sana, ada kulihat ibu2 yang pada membawa souvenir centong nasi kayu. Waktu aku mau ambil tidak diperbolehkan coz aku belum menikah. Yang boleh mengambil ibu2 yang punya anak yang belum menikah supaya anaknya segera menyusul menikah.
Hohoho.... jangan2 tiap kali menghadiri siraman, ibuku yang berharap anaknya segera menikah, rajin mengambil souvenir centong nasi. Hahahahaha..... tambah kacau.

Memang di Jawa ada kepercayaan seperti ini. Dulu salah satu temanku di Yogya yang pengin segera menikah, tiap kali ada temannya yang mengadakan siraman pra-nikah, dia rajin datang dan mengguyur tangan, kaki dan mukanya dengan air siraman banyak2. Dan terbukti cuma selang beberapa bulan kemudian dia bertemu dengan jodohnya dan segera menikah.

Tidak ada salahnya melestarikan warisan budaya yang sudah berjalan sekian lama.
Jodoh di tangan Tuhan. Jika Dia menghendaki, apa pun akan terjadi. Tapi jika Dia belum berkenan, bagaimana pun kita memaksa, tidak akan jadi.
So..... Kita lihat saja nanti. Siapa yang kata Tuhan waktunya sudah tiba duluan. ~_^

Tidak ada komentar:

Posting Komentar