Hari
minggu kemarin, saat nonton ‘Little miss Indonesia’ di SCTV - acara yang
belakangan aku suka nonton coz nggemesin lihat anak2 kecil beraksi, ada ceramah
singkat dari seorang ustadz. Dia berpesan, kita ga boleh marah saat ada burung2
memakan buah2an kita di pohon. Itu merupakan sedekah. Apa salahnya kita
bersedekah pada burung2 yang juga membutuhkan makan.
Mendengarnya
aku tertawa, antara merasa tertohok dan merasa bahwa apa yang dikatakannya itu
benar. Burung2 itu juga makhluk hidup, sesama ciptaan Tuhan yang juga
membutuhkan makan. Mereka bahkan tidak sampai punya pikiran bahwa yang
dilakukannya itu mencuri punya orang lain. Yang dipikirkannya hanya aku lapar
dan butuh makan. Sedangkan habitat mereka, hutan2 luas yang memberi banyak
ruang gerak untuk mereka sudah digusur oleh manusia. So ke mana lagi mereka
harus mencari makan klo ga di lingkungan manusia tinggal yang dulunya juga merupakan
habitat mereka.
Yang
membuatku tertohok karena belakangan aku pelit banget ama makhluk2 kecil di
sekelilingku. Semut2 beraneka bentuk kusemprotin dengan baygon, juga kecoak
yang hilir mudik mengganggu, nyamuk2 nakal. Belalang2 ku’pithes’ dengan
sandalku, ulat2 coz ukurannya teramat besar yang membuatku takut dan ngeri
untuk me’mithes’nya, akhirnya kumasukkan dalam kantong plastik, kuikat,
kemudian kubuang.
Sebenarnya
aku ga masalah jika nyamuk, semut, belalang, ulat itu cuma ada satu dua. Tapi
karena populasinya sudah semakin banyak, buatku itu namanya bukan bersedekah
lagi tetapi mereka sudah merampok. So, jika kita merasa terganggu dengan
mereka, ga ada salahnya kan klo kita singkirkan. Hahahaha....
You
know, semut2 itu seenaknya bikin rumah di bawah lantai. Setiap hari ada saja
pasir2 yang dikeluarkan mereka. Klo ga pasir ya serbuk gergaji. Mereka juga
bikin rumah di kusen jendela. Itu kan merusak namanya.
Populasi
belalang benar2 tidak bisa dikendalikan. Tanaman bayam, jeruk, palem dan
tanaman2 hiasku habis dimakan mereka. Sebeeeel......
Begitupun
dengan ulat. Tadinya aku senang melihat ada banyak kupu2 di sekelilingku.
Sekarang ga lagi. Habis kupu2 itu pergi, mereka akan meninggalkan telor2 yang
nantinya akan menjadi ulat2 pemangsa tanamanku. Dua minggu kemarin, suatu pagi
aku dibuat terhenyak mendapati philodendron-ku sudah gundul, dan ada banyak
tahi2 kecil bertebaran di lantai. Saat kuperhatikan ternyata di satu batangnya
ada empat sampai lima ekor ulat ijo muda yang super duper gendut. Ukurannya
sekelingking tanganku. Hohoho... antara serem dan kesel. Akhirnya demi melindungi
daun yang tinggal tersisa satu, segera kusingkirkan ulat2 itu dengan bantuan
gunting dan plastik. Ogah aku menyentuh ulat2 itu.
Tentang
makhluk kecoak, sebenarnya tiap aku mengejar-ngejar dan mau menyemprotnya
dengan baygon, aku selalu teringat kisah ‘Rico de coro’ yang merupakan tokoh
rekaan Dee di novelnya. Kisah komunitas kecoak yang selalu merasa tersiksa jika
diburu oleh manusia. Mereka juga butuh tempat tinggal, kenapa manusia tidak mau
berbagi tempat dengan mereka. Tapi geuleuh juga kan klo di rumah ada banyak
kecoak. Tidaaaaak.......
Bagaimana
dengan kucing? Aku sering dikasih tau, jangan sekali2 ngasih makan kucing yang
datang, nanti dia bakal datang lagi dan lagi. Sebenarnya kadang aku ga tega.
Tapi kucing2 liar di daerahku populasinya sudah terlampau banyak, dan itu
sangat mengganggu. So aku ga pernah ngasih makan mereka.
Dulu
waktu kecil aku ga pernah terganggu dengan kucing. Bahkan aku pernah minta
dicarikan kucing dan memeliharanya. Bukan kucing persia atau angora yang mahal
ya, aku mah ga telaten miara yang bagus2 gitu. Kucing rumahan yang pas
kebeneran kucing teman ibuku lagi beranak banyak. Aku minta satu dan
memeliharanya.
Kucing
itu bahkan selalu kubiarkan tidur di ranjangku, melingkar di bawah kakiku.
Tapi
setelah gedhe kucing itu jadi bandel, suka nyuri makanan. Jadi we sering
dipukul pake sapu oleh nenekku. Aku suka kasihan, klo ada aku suka kulindungi
dia.
Aku
jadi ga suka kucing lagi setelah aku maen ke tempat saudara temanku di Jakarta
tahun 2000. Keluarga itu penggemar kucing. Miara banyak banget. Yang bikin aku
geuleuh, bulu2 kucing itu kan gampang rontok, nempel di mana2. Waktu aku duduk,
saat bangun tiba2 saja kudapati ada banyak bulu2 kucing nempel di celana dan
kaosku. Huehuehue... seram. Habis itu aku ga mau miara kucing lagi.
Tapi
memang jika ada kucing mencoba masuk ke rumah, selalu kubawakan sapu untuk
mengusirnya. Cuma buat menakut-nakuti bukan untuk mukul. Tapi sapu pun tak
mempan, hingga akhirnya kucing2 itu harus diangkat paksa dikeluarkan dari
rumah. Kucing2 liar di daerahku benar2 ga takut ama manusia, mungkin karena
sudah sekian lama tinggal berdampingan ma manusia ya. Jika dibawain sapu untuk
mengusir, mereka malah mendekat, masuk di sela2 kakiku, mencari perhatian.
Beberapa
di antara kucing2 liar yang suka datang, sebenarnya ada yang lucu. Tapi aku
sama sekali ga ada minat untuk bermain-main dengannya coz udah terlanjur kesel
ama kelakuan mereka yang suka pub di taman depan rumah. Baunya minta ampun, mpe
berhari-hari ga ilang2. Udah kucoba berbagai cara untuk mengusir kucing itu,
hunting nasehat dari mbah google. Mulai dari menyemprotkan minyak kayu putih
mpe naroh pengharum ruangan aroma lemon. Semuanya ga membuahkan hasil. Mpe
sekarang kucing2 itu masih hobi pub di depan rumah.
Kenapa
cuma di tempatku aja, di tempat lain tidak. Bahkan di depan rumah tetanggaku
yang kosong ga ditempati pun tidak. Arggghhhh... bikin kesel bener.
Yah,
mungkin coz saking lamanya rumah ga ditempati, mereka udah dari dulu terbiasa
pub di situ, jadi merasa tempat itu adalah milik mereka.
Belum
mereka suka bikin keributan malam2. Tengah malam aku sering dikagetkan oleh
suara berisik dari atap, seperti lagi ada gempa. Si kucing suka lari2an di
atap. Itu juga yang bikin atap rumah sering bocor biarpun sudah dibenerin
berkali-kali. Genting bergeser saat kucing2 berlarian di situ.
Kucing2...
pengertian dikit kenapa..... Bikin kesel aja.