Mei 15, 2011

KETIKA SESEORANG MENJADI TUA....

Tuesday, March 10, 2011

Di sini aku pengin berbagi tentang nenek dan kakekku.
Setiap orang jika dikaruniai umur panjang pasti akan mengalami masa tua. Masa di mana boleh melihat cucu tumbuh dewasa dan akhirnya beroleh cicit darinya.

Kali ini aku pengin menceritakan tentang nenekku di hari pernikahan adikku. Ada hal yang kita lupakan yang benar2 membuatku tersenta, nenekku.
Ketika kami semua pergi berangkat ke gereja untuk pemberkatan pernikahan adikku, kami semua lupa berpamitan dan mohon doa restu nenek.
Diburu waktu dan ketegangan, membuat kami semua melupakannya. Sebelum pergi kami sempat melakukan upacara langkahan. Upacara yang sempat diwarnai airmata tapi tidak boleh berlanjut coz bakal merusak make-up pengantin. Huehuehue..... mataku mpe berkaca-kaca.

Saat resepsi berlangsung, salah seorang saudaraku bercerita kepadaku. Waktu itu acara foto keluarga dan nenekku duduk di dekat pintu, tidak mau duduk di dekat pelaminan. Setelah dibujuk-bujuk akhirnya nenek mau berfoto bersama pasangan pengantin yaitu adikku.
‘Tadi waktu ditanya, nenek bilang kalau tadi tidak dipamitin.’
Aku begitu kaget mendengarnya. Maaf nek, sama sekali tidak terpikir.

Dan hari ini, adikku menelepon.
‘Kamu kemarin tidak menengok mbah Kemis ya?. Dia tadi menanyakanmu. Kenapa pulang tidak dolan ke rumah?’
Huehuehue.... maaf. Aku sama sekali tidak kepikiran.
Terlalu banyak pikiran, terlalu banyak yang harus diselesaikan dan terlalu banyak orang di rumah membuatku tidak bisa focus ke banyak hal.

Benar2 minta maaf.
Aku juga tahu. Di masa tua, saat orang merasa tak berdaya. Tidak lagi bisa banyak beraktivitas, tidak lagi bisa berinteraksi dan bersosialisasi dengan orang banyak karena kondisi fisik dan pendengaran sudah tidak memungkinkan, merupakan saat2 seseorang merasa benar2 kesepian, merasa sendirian. Saat2 di mana seseorang sebenarnya membutuhkan perhatian lebih.
Ketika sudah tua, berharap dikunjungi oleh seseorang yang dulu pernah diasuhnya, pernah dibesarkannya, tapi ternyata saat sebenarnya kesempatan itu ada, seseorang yang diharapkannya berkunjung ternyata tidak kunjung datang, pasti akan merasa diabaikan. Merasa tidak dianggap keberadaannya. Merasa tidak dipedulikan.
Maaf.
Bukannya aku tidak peduli. Aku benar2 lupa.

Aku tahu. Mereka tidak mengharapkan apa2. Tidak mengharap balas budi atau apa pun. Sapaan, senyuman hangat, ditanya kabarnya bagaimana, itu sudah cukup buat mereka.
Jika ingat dulu, tiap mbah Kemis ke pasar menjual gerabah2 dengan keranjang dan sepedanya, aku selalu menunggu kepulangannya. Menunggu nasi bungkus dan tahu kuning oleh2nya. Nasi bungkus yang kataku sangat enak. Nasi yang mungkin seharusnya merupakan jatah mbah Kemis sendiri, selalu saja kuhabiskan. Dan mbah Kemis tampak senang jika nasinya kuhabiskan.
‘Besok lagi kalau ke pasar bawain lagi ya mbah,’ dulu aku selalu berpesan seperti itu ke mbah Kemis.
Mbah Kemis yang untuk mendapatkan sesuap nasi harus bersusah payah membuat gerabah sendiri bersama mbok Yem, kemudian dijualnya dengan naik sepeda dari rumah ke rumah. Berangkat subuh dan baru pulang sore hari, pasti sangat melelahkan dengan hasil yang tak seberapa.
Sedang aku, makan di rumah tak pernah kekurangan. Kebutuhanku selalu dipenuhi oleh orangtuaku lebih dari cukup. Tapi aku selalu saja menghabiskan jatah makan mbah Kemis. Ya, rumput tetangga selalu tampak lebih hijau. Nasi bungkus mbah Kemis selalu tampak lebih nikmat dibanding makanan di rumah.

Sepeninggal mbok Yem, mbah Kemis jadi sakit2an. Sekarang sudah tidak bisa ke mana2 lagi. Aku berharap mbah kemis tetap sehat dan tetap doyan pedes. Sampai sekarang selalu saja minta dibuatkan sambal yang pedas. Makan tanpa sambal terasa kurang nikmat katanya.

Mbah, yang sehat ya. Nanti saat aku mudik lagi, aku pasti akan datang menengokmu.
Tunggu ya mbah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar