Mei 15, 2011

MERAPI AFTER ERUPTION

Saturday, March 26, 2011

Jumat 24 Desember 2010 lebih kurang pk.04.30 WIB, Lodaya yang kutumpangi tiba di Stasiun Tugu. Pulang dalam rangka Natalan bersama keluargaku di Jogja. Dari stasiun tidak langsung ke rumah tapi transit ke Hotel Abadi di depan stasiun pintu selatan persis. Pada kurang kerjaan. Dedeku pada nginep di hotel dari malam. Huehuehue…. Pemborosan….. :p
Saking penginnya foto2 di depan Tugu Yogya, niat semula yang mau foto ketika masih gelap, baru terealisasi pk.05.45 check out dari hotel langsung menuju Tugu untuk bernarsis ria di sana. Sebelumnya kita mampir dulu ke Kali Code, melihat dampak Merapi yang cukup membuat kerusakan yang lumayan parah, tanggul sungai jebol.
Di dekat Tugu kita lihat ada sebuah becak tak bertuan yang dibiarkan begitu saja di pinggir jalan. Daripada dibiarkan nganggur, akhirnya jadilah becak itu sebagai property foto2 kita. Lumayan…. Sekalian ngobyek jadi tukang becak dadakan.

Mengingat hasrat terpendam akan gudeg depan LPP n keadaan perut yang merindukan sarapan. Akhirnya meluncurlah kita ke Jl. Solo. Ga terlalu antree. Tapi olala…. Buburnya sudah habis. Dah lama banget ngidam bubur gudeg. Akhirnya sebagai obat kecewa, nasi gudeg pun bolehlah, ditambah jamu kunir asem dan jamu beras kencur dari mbok2 jamu yang lewat. Tak lupa sebelum kita meninggalkan hotel, kita contact rumah dulu, takut mommy jadi bĂȘte coz kita ga juga nongol di rumah.

Setelah kenyang, dalam kondisi cuma satu orang di antara kita yang sudah mandi yaitu Wida, segera kita mengalihkan tujuan ke arah utara. Ke Merapi. Wisata Merapi after eruption.
Dari Yogya, Merapi terlihat begitu jelas. Sangat indah tanpa berhias awan satu pun.
Kita berhenti sebentar di jembatan …… (tidak tahu namanya), yang kondisi jebolnya sangat parah tapi masih bias dilalui kendaraan. Turun ke sungai sebentar untuk berfoto-foto di sana.

Dalam perjalanan ke atas, beberapa kali kita dicegat pos2 yang meminta sumbangan Merapi. Ada salah satunya yang mengharuskan kita membeli tanaman, 1 tanaman dijual Rp.10.000,-. Untuk penghijauan katanya. ‘Nanti di atas ada yang nerima Mas.’

Sesampainya di atas, semua yang tampak serba tandus dan tandus. Hamparan tanah kosong yang tadinya merupakan belasan desa yang tersapu lahar. Menyedihkan.

Cukup ramai di sana. Yah, banyak banget yang pada pengin menyaksikan langsung dampak erupsi Merapi November 2010. Tempat parkir bertebaran di mana2, saking luasnya area sampai2 kita begitu kesulitan mencari seorang teman di sana. Pai. Dia menyusul pake motor dan tidak tahu parkir di mana, sedang kondisi sinyal selular amat minim. Setelah hamper putus asa, akhirnya setelah menghabiskan waktu sekitar 30 menit untuk saling mencari, ketemulah Pai.

Sebelumnya kita sempat berfoto di antara reruntuhan rumah. Rumah itu sudah rata tanah. Hanya toilet aja bangunan yang tersisa. Mungkin karena ada airnya jadi lebih terlindung dari panas. Di dekat rumah itu ada semacam arca bercorak India. Sepertinya pemiliknya suka mengoleksi karya2 seni atau berkaitan dengan keyakinannya. Kita hanya bias menduga-duga. Di dekat rumah itu pulalah kita menanam pohon kita. Semoga bisa tumbuh dengan baik.

Dalam kondisi panas terik, dengan amat terpaksa akhirnya Week n Nick mau juga bersama-sama kita menyusuri jejak2 erupsi Merapi di Kawasan Kinahrejo, tempat bermukimnya Mbah Maridjan. Kawasan yang kita masuki merupakan kawasan yang tadinya merupakan 8 desa. Semuanya hilang tak berbekas tersapu lahar dan awan panas. Pondasi2 dan tembok rumah yang masih tampak ada hanya beberapa saja yang semuanya berbahan batu dan batako. Rupanya batu dan batako lebih kokoh menghadapi terjangan lahar dan awan panas.

Sempat kita membeli minuman di sana. Itu pun setelah kita berjuang cukup lama mencari penjual es. Dan akhirnya kita bertemu dengan Ibu2 penjual es yang ramah.
Ibu ini merupakan salah satu korban yang terpaksa mengungsi. Dan ternyata kebanyakan penjual di sana adalah para pengungsi. Klo siang mereka berjualan, malam kembali ke tempat pengungsian. Mereka sedang berjuang mengumpulkan modal untuk membangun kembali rumah mereka.
Ada juga dijual VCD erupsi Merapi. Dibuat dari video amatir langsung saat kejadian. Dijual lumayan mahal buat ukuran kantongku. Satu VCD dijual sekitar 50 ribu sampai 60 ribu rupiah. Pengin beli tapi saat itu keadaan uang di kantongku sudah tidak cukup.
‘Pak, Bu VCD-nya! Ini hasil karya warga sini. Kami mengumpulkan dana untuk membangun kembali desa kami.’
Maaf ya Pak, Bu. Kami tidak bisa membantu.
Kami dipanggil Pak dan Bu.
Apa sudah terlihat seperti Bapak dan Ibu pa ya. Hehehehe

Tampak di sana-sini jurang2 seperti alur sungai, bekas aliran lahar. Banyak batang2 pohon yang nyangkut di alur sungai itu, sepertinya nyangkut waktu terbawa arus lahar. Tampak benar2 gersang. Di sana-sini mulai tampak pepohonan kecil yang mulai tumbuh. Tidak tahu bakal berapa lama lagi kawasan ini akan tumbuh seperti sedia kala.
Merapi dari dekat tampak tidak seindah dari kejauhan. Jika didekati hanya berupa gundukan2 tanah2 gundul. Puncak Merapi pun semakin lama semakin tidak terlihat coz tertutup awan. Karena sudah benar2 kecapean plus sepertinya mulai dehidrasi, akhirnya kita memutuskan untuk pulang. Tinggallah Pai sendiri yang bertekad tetap akan menunggu sampai awan2 meninggalkan puncak Merapi. Demi sebuah foto yang cantik. Semoga perjuanganmu berbuah hasil Pai.

Bagaimana dengan nasib pohon yang waktu itu kami tanam ya?
Kami semua ingin sekali suatu saat nanti berkunjung ke sana lagi. Menengok pohon kita sambil menanam beberapa pohon baru. Tentu saja harus membawa perlengkapan berkebun juga, supaya tidak terulang menanam ala kadarnya dengan kayu yang kita temukan di sana untuk menggali tanah dan sedikit air hujan yang tertampung di cup bekas air mineral untuk menyiram pohonnya. Semoga bisa sedikit membantu menghijaukan kembali kawasan itu.

Dan efek dari wisata ke Merapi itu……
Hohoho….. jidatku terbakar dan 2 bulan baru pulih. Saking panasnya coz sama sekali tidak ada pepohonan dan tempat berteduh, juga ga pakai penutup kepala, berakibat jidat dan hidungku belang2. Kalau belangnya rata mungkin gapapa. Lha ini sampai bikin kulit jidatku kering dan bergaris-garis hitam. Di-peeling pun tidak membuahkan hasil. Lebih parah dari waktu terbakar di pantai dulu. Biarpun gosong tapi rata n tidak bikin kulit jadi super kering.

Buat pengalaman. Besok lagi kalo ke sana lagi pake penutup jidat. Hehehehe……

Tidak ada komentar:

Posting Komentar